Komunitas Pecinta Perpustakaan

Dewasa ini perpustakaan mulai sepi dari pengunjung, kecuali perpustakaan yang berada di area pendidikan. Perpustakaan umum maupun yang mobile tak lagi menarik minat masyarakat. Ada banyak faktor yang mempengaruhinya, selain semakin mudahnya akses informasi melalui dunia elektronik dan internet juga semakin menurunnya minat masyarakat untuk membaca. Masyarakat kita saat ini lebih suka melihat dan mendengar daripada menghabiskan waktu berjam-jam untuk membaca. Padahal membaca adalah salah satu hal utama bagi manusia yang berguna untuk mendukung dan mengembangkan daya imajinasi maupun kreatifitasnya.

Sepinya perpustakaan tentu menjadi tantangan tersendiri khususnya bagi pemerintah maupun penggiat perpustakaan. Masyarakat yang jauh dari dunia perpustakaan tentu akan menjadi masyarakat yang miskin akan ilmu pengetahuan. Memang informasi bisa diakses melalui media modern saat ini, namun informasi-informasi tersebut tersaji secara instan, terpotong-potong dan bukan merupakan analisa yang mendalam dari suatu masalah. Hal ini berbeda jauh dengan keberadaan informasi yang tersaji dalam buku-buku di perpustakaan yang disusun sedemikian rupa secara utuh dalam menjelaskan setiap detil keilmuan pengetahuan.

Memang kita juga harus mengakui dengan jujur, masih sangat banyak perpustakaan di Indonesia ini yang hanya memiliki perbendaharaan buku ala kadarnya. Masih sangat jarang perpustakaan kita ini yang memiliki perbendaharaan buku lengkap. Disusul juga dengan kenyataan bahwa buku-buku yang ada itupun merupakan buku-buku lama, dimana informasi yang ditulis tentu tidak lagi sesuai dengan jaman sekarang. Hal inilah yang kemudian juga menjadi alasan kenapa masyarakat tidak lagi datang ke perpustakaan. Mereka merasa tidak puas dengan apa yang ada di perpustakaan, karena buku-buku yang mereka cari ternyata tak bisa ditemukan disana.

Dilain sisi, perpustakaan kalah cepat dalam hal menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat yang sangat dinamis. Seharusnya perpustakaan kita ini bisa tumbuh mengikuti perkembangan masa. Dimana tuntutan masyarakat untuk selalu mendapatkan hal baru, kurang cepat diantisipasi oleh pihak perpustakaan. Ini terjadi karena salah satunya karena kurangnya dana bagi perpustakaan untuk mengumpulkan buku-buku terbaru dan lebih banyak lagi sesuai dengan perkembangan tersebut. Disisi lain kreatifitas petugas perpustakaan yang rata-rata masih sangat pasif dalam membangun perpustakaan up to date, menyebabkan ia kalah langkah dengan begitu cepatnya perubahan kebutuhan yang ada di masyarakat.

Untuk menjawab hal ini, kita sebenarnya punya banyak alternatif misalnya menggandeng perusahaan-perusahaan penerbitan atau juga media elekstronika untuk bekerjasama dengan pihak perpustakaan baik ditingkat nasional maupun daerah. Tapi lagi-lagi ide samacam ini kandas sebab rata-rata para pelaku usaha itu lebih memilih kerjasama yang bersifat bisnis daripada sosial, dan perpustakaan tidak masuk dalam rencana mereka untuk mendukung tujuan bisnisnya itu.

Disini peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk tetap menjaga hidup dari perpustakaan yang ada, agar tidak mati secara pelan-pelan. Alagkah indahnya apabila pemerintah punya kebijakan yang sangat mendukung keberadaan perpustakaan bukan hanya di kota, namun juga sampai kepelosok-pelosok desa. Memang selama ini kita melihat sudah ada perpustakaan keliling, namun jujur saja bahwa perpustakaan keliling kurang efektif keberadaannya. Selain keterbatasan buku dalam kendaraan tersebut juga masyarakat yang tidak tertarik untuk membaca buku tadi menyebabkan peran dari perpustakaan keliling seakan sia-sia.

Lalu bagaimana solusi cerdasnya?

Dalam masalah ini kita bisa melihat ada dua hal paling mendasar yaitu pertama perpustakaan sepi karena minat dan ketertarikan masyarakat untuk datang sangat minim dengan alasan perpustakaan tidak memiliki buku-buku yang memadai, dan kedua adalah masyarakat tidak lagi tertarik datang dan membaca buku di perpustakaan karena mereka lebih sukan melihat atau membaca informasi instant lewat media elektronik dan internet. Jadi kalau kita simpulkan secara sederhana masalahnya ada pada perpustakaan yang tidak bermutu dan masyarakat yang tidak lagi aktif serta kreatif dalam menimba ilmu pengetahuan.

Mencermati keadaan itu tentu upaya yang dilakukan secara kasat mata adalah benahi perpustakaan dan lengkapi buku-bukunya. Kemudian promosikan dan ajak masyarakat untuk berbondong-bondong lagi mendatangi perpustakaan yang jauh lebih menarik dari sebelumnya. Namun, untuk mewujudkan hal itu tentu tidak mudah, dibutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dan tidak ada jaminan juga, bahwa solusi tersebut akan bertahan lama, karena sekali lagi perkembangan dunia ini sangat cepat sehingga bila upaya-upaya diatas tidak dilakukan secara kontinyu dan berkesinambungan, dikhawatirkan hanya akan berjalan di awal waktu namun selanjutnya hanya akan menjadi suatu project yang sia-sia.
Apakah sudah tertutup jalan untuk menyelamatkan keberadaan perpustakaan kita?

Tentu tidak. Masih ada ide lain. Ide yang bisa diwujudkan dengan segera, dengan biaya yang kecil, efektif dan memiliki umur panjang. Apakah itu?

Membuat Komunitas Pecinta Perpustakaan

Manusia adalah subjek utama dalam masalah ini. Sepi atau ramainya perpustakaan diukur dari banyak atau sedikitnya pengunjung dari perpustakaan tersebut. Jadi alih-alih membahas tentang sarana dan prasarana perpustakaan, strategi operasional dan promosi kegiatan yang akan menghabiskan banyak biaya, kita bisa memaksimalkan potensi yang ada dengan membentuk suatu komunitas manusia peduli pada perpustakaan.
Komunitas ini bisa kita bangun dari pengunjung setia perpustakaan, yang mungkin jumlahnya hanya beberapa orang saja. Berawal dari kecil kita bisa membangun dan menggalang komunitas ini menjadi besar. Komunitas pecinta perpustakaan tak harus dinamakan seperti itu. Kita bisa membuat nama yang lebih enak di dengar dan terasa gaul ditelinga masyarakat khususnya kaum muda, bukankah sangat mudah untuk menarik minat kaum muda dengan hal – hal yang berbau unik.

Awalilah pembentukan komunitas ini dengan pemilihan nama yang keren, misal G-Reader yang merupakan akronim dari Genius Reader, dimana nama ini menjadi penggambaran tentang sebuah komunitas yang cerdas dan gemar membaca. Kita harus bisa menciptakan kesan bahwa anggota dari komunitas ini adalah orang-orang yang jenius, pintar, dan cerdas dimana semua itu diperoleh dari hasil membaca, dan tempat membacanya adalah di perpustakaan kita. Komunitas ini dibentuk dan diasuh oleh pengurus perpustakaan secara langsung, jangan pihak perpustakaan berlepas tangan.
Setelah cikap bakal komunitas terbentuk, salanjutnya adalah mengadakan event rutin yang dibagi menjadi event reguler, bulanan, triwulan, semester dan tahunan. Semakin banyak event semakin bagus, dan event yang digelar tidak melulu tentang baca dan baca. Event bisa digelar dalam bentuk aneka kegiatan kreatif, dimana disela-sela kegiatan tersebut disisipkanlah pesan-pesan dan pentingnya kebiasaan membaca untuk kebaikan manusia.

Event yang digelar tidak harus wah dan membutuhkan dana yang besar sehingga belum dilaksanakan saja sudah bubar karena tak ada uang. Meskipun komunitas ini diasuh oleh para pengurus perpustakaan, namun anggota dari komunitas diberi kebebasan sepenuhnya untuk mengapresiasikan ide-ide mereka, utamanya untuk gelaran event-event yang ada. Apa contoh event sederhana namun efektif? Contohnya adalah event cerdas cermat untuk adik-adik sekolah menengah tentang topik-topik terhangat dimana pelaksanaannya di lakukan di area sekitar perpustakaan. Ide cerdas cermat ini juga bisa di lakukan untuk mereka yang sudah dewasa sekalipun.

Berikutnya setelah event untuk komunitas ini, ide agar banyak pihak berkunjung ke perpustakaan dan kembali mengenal pentingnya kegiatan membaca adalah dengan membuat program networking. Cobalah memberi tantangan bagi setiap anggota komunitas untuk mengajak teman lain bergabung ke dalam komunitas, dan berikan reward untuk yang berhasil mengajak teman. Misal bagi yang bisa mengajak 1 orang ia akan dapat point 100, yang mengajak 2 dapat 200 dan seterusnya. Point-point mereka ini nanti bisa ditukar dengan cinderamata atau hadiah yang ditentukan oleh pemgurus. Tak perlu mahal-mahal, yang penting ada kegiatan seru dalam komunitas ini.

Bila program networking yang mungkin lebih tepatnya kita sebut dengan istilah member get member ini berjalan dengan baik, niscaya dalam waktu dekat perpustakaan akan memiliki pengunjung setia yang jumlahnya luar biasa. Apabila ini telah terjadi dan menjadi wujud, maka pihak perpustakaan harus dengan cerdas mengelolanya, agar mereka betah untuk terus menjadi pecinta perpustakaan.

Sebagai identitas komunitas, alangkah lebih baiknya bila mereka dibuatkan tanda pengenal, semisal t-shirt. Atau juga layanan keanggotaan online. Berbagai fasilitas-fasilitas yang gaul ini akan membuat mereka merasa bangga bergabung dengan organisasi ini. Jadi harus betul-betul dipikirkan dengan baik. Jangan kaku dalam mengelola komunitas yang ada tapi juga jangan lepas dari fokus utama yaitu tujuan pembentukan komunitas ini yang tak lain untuk menghidupkan kembali fungsi dari perpustakaan dan mencerdaskan masyarakat.

Apabila komunitas pecinta perpustakaan ini telah berjalan dengan baik dan aktif maka pihak perpustakaan bisa menggelar ide-ide yang membantu secara langsung keberadaan perpustakaan, misal hibah buku. Jadi anggota komunitas diajak untuk mengumpulkan buku untuk kemudian di hibahkan ke perpustakaan. Ide ini sangat penting utamanya bagi perpustakaan yang masih sangat minim buku bacaan.

Bagaimana bila anggota komunitasnya sendiri tidak punya buku-buku untuk dihibahkan?

Untuk mendapatkan buku hibah tidak harus dengan menghibahkan buku-buku dari anggota sendiri, bukankah kita bisa menggelar acara amal buku? Jadi komunitas pecinta perpustakaan ini bisa mengadakan acara tersebut misal pada saat bertepatan dengan hari besar nasional. Manfaatkan emosional dan heroisme rasa cinta tanah air masyarakat kita untuk peduli pada perpustakaan dengan menyumbangkan buku-buku bacaan dan nanti diletakkan di perpustakaan agar bisa dimanfaatkan oleh banyak orang.

Ide pembentukan komunitas pecinta perpustakaan pada akhirnya bukan saja membuat perpustakaan ramai dengan pribadi-pribadi yang tertarik menigkatkan pengetahuannya namun juga membantu perpustakaan untuk memiliki perbendaharaan buku yang lebih lengkap. Disisi lain ada banyak kegiatan yang lahir dari komunitas ini dan membuat perpustakaan tak lagi monoton dan kelihatan pasif. Sudah bukan jamannya perpustakaan hanya sebagai tempat membaca, kini perpustakaan juga harus mampu menyajika kegiatan rekreatif yang tetap menunjang fungsi utama dari perpustakaan itu sendiri.

Pada masa depan perpustakaan mungkin tetap akan semakin sepi, saat teknologi tambah maju dan akses keilmuan cukup dari piranti personal masing-masing individu. Namun keberadaan perpustakaan konvensional dengan buku-buku cetaknya tak akan bisa tergantikan. Disinilah dibutuhkan kreatifitas semua pihak untuk menyelamatkan dan terus menjaga keberadaan perpustakaan sebagai pusat keilmuan. Dan komunitas pecinta perpustakaan adalah salah satu jawabannya. Tatkala masyarakat masih cinta dengan perpustakaan dan perpustakaan pun menjawab cinta itu dengan memberikan layanan yang terbaik, tentu kita tak perlu khawatir akan keberadaannya nanti.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© 2024 universalscout.com - WordPress Theme by WPEnjoy